Amanah

Islam sungguh agama yang sempurna. Kesempurnaan ini terbukti dari betapa menyeluruhnya ajarannya. Salah satunya adalah tentang amanah. Tiga kata sepadan lahir dari huruf-huruf pada kata amanah ini. Alif, mim, dan nun memunculkan kata aman, amanah, dan iman. Maknanya pun hampir serupa, yakni identik dengan ketenangan atau tuma’ninah. Amanah berarti kepercayaan yang berimbas pada ketenangan. Aman adalah hilangnya rasa takut yang berarti juga ketenangan. Iman adalah pembenaran, ketetapan, serta amal yang didasari oleh ketenangan. Tak salah jika amanah memiliki korelasi kuat dengan keimanan seseorang.

Orang beriman pasti memiliki sifat amanah. Bahkan sebutan mukmin itu sendiri lahir karena hanya orang berimanlah yang mampu memelihara amanah dari Allah dan menunaikannya. Firman Allah pada QS al-Mukminun: 8 menegaskan hal ini.

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji-janjinya.”

Sikap amanah harus diwujudkan dalam segala aspek kehidupan. Sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ….” (QS an-Nisa’: 58). Jelaslah bahwa ada tuntutan untuk menjalankan dan menyampaikan kepada yang berhak menerima.

Dalam bermuamalah, sikap amanah ini sangat penting. Sikap ini menjadi tolok ukur seseorang layak tidaknya dia diberi tugas atau jabatan tertentu. Bagaimanapun juga, setiap tugas harus diberikan kepada orang yang paling memiliki kompetensi atas tugas tersebut. Profesionalisme adalah salah satu indikasi bahwa seseorang memiliki nilai amanah.

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila amanah telah disia-siakan, tunggulah saat kehancurannya.” Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana maksud menyia-nyiakan amanah itu?” Nabi menjawab, “Yaitu menyerahkan suatu urusan ditangani oleh orang yang bukan ahlinya. Untuk itu tunggulah saat kehancuran urusan tersebut.” (HR Bukhari).

Bertolak dari hadits di atas, setiap insan harus menyadari pentingnya sikap amanah. Dalam konteks kehidupan keseharian, amanah cenderung berarti memelihara dan memenuhi apa yang menjadi perjanjian atau tanggungan, apapun bentuknya. Perlu diingat bahwa Rasul saw. pernah menyampaikan dalam sabdanya, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya.”

Jabatan, kekuasaan, kekayaan, anak dan istri, dan segala macam yang disandang seseorang pada hakikatnya adalah amanah karena sebenarnya semua itu akan kita pertanggungjawabkan. Jangan sampai amanah itu menjadi petaka bagi pemegangnya. Sering terjadi para pemegang amanah tersebut justru bertindak sewenang-wenang terhadap orang yang lain berkaitan dengan amanahnya. Bahkan dapat dikatakan sebagai sebuah penyelewengan amanah ketika seorang pejabat menganggap bawahannya lebih rendah hanya karena perbedaan pangkat.

Tinggi rendahnya pangkat jangan sampai menutup pandangan seseorang tentang hakikat kemanusiaan. Pada dasarnya setiap manusia sama di hadapan Allah. Bukankah hanya ketakwaan yang membedakan kualitas seseorang?

Teladan utama adalah Rasulullah Muhammad saw.. Beliau adalah sosok yang memiliki kedudukan paling agung, baik di mata Allah maupun di mata para sahabat, bahkan musuh-musuh beliau. Namun, beliau tidak menganggap siapapun sebagai orang yang lebih hina. Sekali lagi, ketakwaan adalah tolok ukur kemuliaan seseorang, bukan pada atribut semacam jabatan, kekayaan, kekuatan, dan atribut duniawi lainnya.

Sebuah hadits yang ditulis Imam Ahmad dalam musnadnya menandaskan hal yang serupa. “Tidaklah seseorang memiliki kelebihan atas orang lain kecuali dengan din (nilai agamanya) dan ketaqwaan. Semua manusia adalah anak cucu Adam. Dan Adam itu diciptakan dari tanah. tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab atasd orang non-Arab, tidak ada keutamaan bagi orang non-Arab atas orang Arab, orang berkulit putih atas orang kulit hitam, dan oarang berkulit hitam atas orang kulit putih kecuali dengan taqwa”.

Oleh karenanya, setiap muslim harus berhati-hati dengan apa yang tengah ia sandang, baik pangkat, jabatan, atau apapun. Satu hal yang menjadi kekhawatiran adalah jika ternyata semua itu membawa kepada kehinaan di hadapan Allah, sadar atau tidak.

Antara amanah dan khianat

Sejak awal manusia diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Misinya satu: memakmurkan dan memelihara perdamaian. Namun, bukan rahasia umum bahwa memegang amanah itu bukan suatu hal yang mudah.

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab : 72).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan pengertian amanah dalam ayat di atas, yaitu menjalankan tugas-tugas keagamaan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan. Amanah sebenarnya adalah suatu kepercayaan yang ditanggung oleh seseorang untuk mewujudkan kepercayaan atau membuktikan dalam kenyataan dan prilakunya. Sehingga kalau manusia bisa bersikap dan berperilaku amanah, maka dunia ini akan aman dan damai. Tetapi, karena manusia sering zalim atau mencederai amanah atau kepercayaan yang dipegangnya sendiri, maka dunia ini sering kacau gara-gara yang bersangkutan tidak amanah.

Kenyataannya memang demikian. Karena sebagian manusia tiadk kuat, akhirnya mereka mengingkari amanah tersebut. Lahirlah khianat. Khianat merupakan lawan dari amanah. Sikap ini melekat pada orang yang kurang beriman. Sikap khianat merupakan ciri orang munafik yang diekspresikan dengan menyalahi janji dan apa yang telah dipercayakan kepadanya. Orang demikian digelari sebagai makhluk terburuk yang sangat dibenci Allah.

Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfal:27)

Menurut ayat tersebut, ada tiga macam khianat. Pertama adalah khianat terhadap Allah S.W.T.. Yang paling nista adalah kufur dan syirik kemudian setelah itu disusul dengan fusuq (kefasikan) dan ‘ishyan (kemaksiatan). Tauhid, shalat, puasa, ikhlas, zakat, ruku’, sujud, mandi janabah adalah contoh amanah seorang hamba di hadapan Allah swt, yang harus ditunaikan dengan benar dan tidak boleh dikhianati.

Selain itu, setiap nikmat adalah amanah, seperti pendengaran, penglihatan, pemeliharaan, harta dan anak-anak. Termasuk amanah badan dan segala isinya, kepala dan kemampuan otaknya untuk berfikir. Maka setiap mukallaf wajib menggunakan nikmat-nikmat tersebut sesuai fungsinya yang Allah ciptakan dan dalam rangka menunaikan perintah-perintah Allah.

Apabila anggota badan, kesehatan, harta dan seluruh nikmat yang kita terima digunakan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka berarti kita telah merealisasikan amanah serta menunaikan sesuai tuntutannya. Dan sebagai balasannya maka Allah akan menjaga dan memelihara orang yang berbuat demikian dan juga menjaga nikmat tersebut. Nabi saw bersabda, “Jagalah Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah maka dia akan kau dapati dihadapanmu.”

Seorang salaf berkata, “Barang siapa bertakwa kepada Allah maka dia telah menjaga dirinya sendiri, dan barang siapa menyia-nyiakan ketakwaan kepada-Nya maka berarti dia menyia-nyiakan dirinya sendiri, sedangkan Allah tidak pernah membutuhkannya.”

Oleh karenanya siapa saja yang menunaikan amanah dalam menjaga batasan-batasan Allah serta memelihara hak-hak Nya, baik yang berkaitan dengan dirinya atau apa yang diberikan oleh Allah berupa nikmat, harta dan sebagainya maka Allah akan menjaganya untuk kebaikan agama dan dunianya. Sebab balasan itu sesuai dengan amal usaha seseorang sebagaimana firman Allah swt,

“Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).“ (QS. al-Baqarah:40)

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Kedua, khianat kepada Rasul saw.. Bentuknya adalah dengan meremehkan sunnah-sunnah dan pengajarannya, berlebihan di dalam mengagungkan beliau, meninggalkan sunnah dan melakukan bid’ah atau membuat hal-hal baru di dalam agama padahal tidak pernah diajarkan oleh beliau saw.

Ketiga, khianat terhadap sesama manusia. Khianat ini misalnya khianat di dalam harta, kehormatan atau nasihat terhadap mereka. Amanah terhadap sesama manusia amat banyak, diantaranya adalah amanah anak, orang tua, kerabat,suami-istri, tetangga,amanah dalam jual beli, berbicara, pekerjaan, ilmu, nasihat, dan lain sebagainya. Titipan, harta, rahasia, aib dan kehormatan dan lain sebagainya juga merupakan amanah di antara sesama manusia.

Apabila sikap khianat melekat pada seseorang, berarti saat itu telah lepas darinya sikap amanah. Sebab, antara amanah dan khianat tidak mungkin berkumpul pada saat bersamaan. Nabi bersabda, ”Tidak mungkin berkumpul iman dan kafir dalam hati seseorang, dan tidak mungkin pula berkumpul sifat jujur dan dusta padanya sekaligus, sebagaimana tidak mungkin berkumpul sifat khianat dan amanah padanya secara bersamaan.” (HR Ahmad).

Sikap amanah harus dimiliki setiap individu, terutama para pemimpin. Dengan sikap amanah diharapkan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka dapat dijalankan dengan baik dan membawa kejayaan bangsa. Sebaliknya, apabila sikap khianat menjadi budaya, maka umat ini akan semakin terpuruk.

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 8-10). Demikianlah antara amanah dan khianat, setiap orang memiliki potensi kepada keduanya. Hanya orang yang beruntunglah yang mengambil jalan amanah. Bagi mereka, tak ada tempat di antara dua tempat itu. Karena setiap kali keluar dari rel amanah, itu artinya telah memasuki jalan khianat. Na’udzu billahi min dzaalik.
Wallahu a’lam bish showab.

Kolonodale, 14 Januari 2007

Pos ini dipublikasikan di Catatan. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.